Vol. 3, No. 1, Juli 2021
p-ISSN 2775-3832 ; e-ISSN 2775-7285
11 http://matriks.greenvest.co.id
RESTORATIVE JUSTICE PADA TINDAK PIDANA KEKERASAN
DALAM KELUARGA
Abdurrahman Al Akhdloriy
Pengadilan Negeri Kota Kediri Jawa Timur, Indonesia
Email: dorywer@gmail.com
Diterima:
21 Juni 2021
Direvisi:
5 Juli 2021
Disetujui:
14 Juli 2021
Abstrak
Restorative justice merupakan konsep keadilan yang bertujuan untuk
penyembuhan, pembelajaran moral, rasa memaafkan, tanggung jawab
dan membuat perubahan yang semuanya itu merupakan pedoman bagi
proses pemulihan keadilan bagi kedua pihak yang berperkara. Tujuan
penelitian untuk mengetahui mekanisme penerapan restorative justice
di dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga. Metode penelitian ini
menggunakan yuridis normatif. Hasil penelitian yaitu bahwa perkara
kekerasan dalam rumah tangga dapat diterapkan penyelesaian secara
restorative justice mengingat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2004 Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 44 ayat 4 berupa delik aduan yang
kapanpun bisa dicabut laporannya oleh pihak yang berperkara
ditambah peraturan tentang mediasi yang tertuang dalam Perma No. 1
Tahun 2016 tentang prosedur mediasi bisa digunakan ketika proses
peradilan. Pada mekanisme penerapannya, pengadilan menyediakan
dua ruangan khusus untuk para pihak mengutarakan keluhan dalam
perkaranya.
Kata kunci: Keadilan restoratif; Keadilan; Tindak pidana; Kekerasan;
keluarga
Abstract
Restorative justice is a concept of justice that aims for healing, moral
learning, forgiveness, responsibility and making changes that are all
guidelines for the process of restoring justice for both parties to the
litigants. The purpose of the study to determine the mechanism of the
application of restorative justice in domestic violence cases. This
method of research uses normative juridical. The result of the study is
that domestic violence cases can be applied restorative justice
settlement considering in Law No. 23 of 2004 Article 45 paragraph 2
and Article 44 paragraph 4 in the form of complaints that at any time
can be revoked by the litigants plus regulations on mediation
contained in Perma No. 1 Year 2016 on mediation procedures can be
used during the judicial process. In its implementation mechanism, the
court provides two special rooms for the parties to express complaints
in their cases.
Keywords: Restorative justice; Justice; Criminal Acts; Violence;
family
Restorative Justice pada Tindak Pidana Kekerasan dalam
Keluarga
Matriks: Jurnal
Sosial dan Sains
Abdurrahman Al Akhdloriy 12
Pendahuluan
Masyarakat dan ketertiban adalah dua dimensi yang saling melekat satu sama lain
(Zawawi, Pd, & Pd, 2015). Masyarakat sebagai manusia sosial tentu akan membutuhkan
manusia lain (Tabi’in, 2017), hubungan erat antar individu dengan individu menunjukkan
bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri (Utami, Purnomo, & Salam, 2019) yang berarti
dalam memenuhi segala kebutuhan primer maupun sekunder (Wibisono, 2013) mereka
akan saling melengkapi satu sama lainnya (Rachmadani, 2013), di dalam menjalankan
suatu proses untuk memenuhi kebutuhannya (Mahmudi, 2011), manusia akan sangat
rentan untuk bergesekan satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup
(Sofia, 2021), untuk itu manusia menciptakan suatu peraturan dalam menjaga ketertiban
dalam suatu masyarakat (Guntur, 2017), seperti halnya yang dikatakan oleh Sujipto
Rahardjo bahwa untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat yang sedikit banyak
berjalan dengan tertib (BF & Kaharudin, 2018) dan teratur ini didukung oleh adanya
suatu tatanan, karena adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib (Primirinda FS,
2016).
Restorative justice dalam terminologi hukum pidana adalah penyelesaian perkara
di luar pengadilan dengan perdamaian antara korban dan tersangka (Dewi, 2021) dimana
biasanya dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang dialami oleh korbannya
(Marasabessy, 2016), akan tetapi penerapan pengadilan restoratif ini diperuntukan dalam
kasus pidana delik ringan (Karim, 2016). Berdasarkan KUHP (Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana) tidak dijelaskan tentang definisi delik ringan (Nata & Ain, 2015), akan
tetapi dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) terdapat ketentuan
tentang tata cara dalam pengadilan tipiring (tindak pidana ringan), dalam Pasal 205 ayat
(1) KUHAP menyatakan bahwa tindak pidana ringan diperiksa menurut acara
pemeriksaan cepat, pasal tersebut berbunyi “yang diperiksa menurut acara pemeriksaan
tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan penjara atau kurungan paling
lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu limaratus rupiah dan
penghinaan ringan”.
Restorative justice merupakan konsep keadilan yang diusulkan dalam gerakan
abolisionis untuk menggantikan konsep yang digunakan dalam sistem peradilan pidana
yaitu retributive justice. Konsep keadilan restoratif tidak memfokuskan diri pada
kesalahan yang telah lalu, tetapi bagaimana memecahkan masalah tanggung jawab dan
kewajiban pada masa depan dari pelaku. Model perlawanan digantikan oleh model dialog
dan negosiasi. Penjeraan diganti dengan rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utama.
Masyarakat dianggap merupakan fasilitator dalam proses restoratif dan perasaan korban
dan pelaku dikaui. Stigma harus di hapus melalui tindakan restoratif dan kemungkinan
selalu terbuka untuk bertaubat dan memaafkan asal mereka membantu perbaikan situasi
yang diakibatkan oleh perbuatannya.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk kekerasan
yang terjadi di kehidupan masyarakat (Ramadani & Yuliani, 2017). Kekerasan itu sering
juga disebut dengan istilah dosmetic violence karena terjadinya di ranah domestik.
Masalah
KDRT
merupakan salah satu hal penting yang menjadi perhatian serius oleh
pemerintah Indonesia pada era reformasi.
Masalah KDRT pertama kali di bahas dalam
seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan dan Pengabdian Hukum Universitas
Indonesia pada tahun 1991. Materi seminar difokuskan pada suatu wacana yaitu adanya
kekerasan yang luput dari perhatian masyarakat maupun penegak hukum (law enforce),
yaitu yang terjadi di dalam lingkup rumah tangga. Berdasarkan perjuangan yang panjang,
akhirnya pada tanggal 22 September 2004 disahkan dan diresmikan oleh Undang-Undang
khusus yang digunakan untuk menanggulangi KDRT. Undang-Undang khusus dimaksud
adalah Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Vol. 3, No. 1, Juli 2021
p-ISSN 2775-3832 ; e-ISSN 2775-7285
13 http://matriks.greenvest.co.id
Rumah Tangga (UU No. 23 Tahun 2004). Diberlakukannya Undang-Undang tersebut
tentu didasarkan pada tujuan agar KDRT dapat dihapuskan atau dihilangkan karena
sebagai pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat manusia dan bentuk
diskriminasi. Hal itu sesuai dengan rumusan konsiderans menimbang huruf b UU No. 23
Tahun 2004. Secara spesifik sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 UU No. 23 Tahun
2004, penghapusan KDRT bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan dalam
rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga dan memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis
dan sejahtera. Merujuk pada ketentuan itu, maka salah satu tujuan dari penghapusan
KDRT adalah menindak pelakunya.
Kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga Kekerasan
dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikiologis
dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga”. Tujuan penelitian untuk mengetahui mekanisme penerapan restorative justice di
dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga. Manfaat penelitian yaitu secara teoritis
untuk menambah wawasan dalam memahami pengertian secara definitif dari restorative
justice. Secara praktis untuk bahan pertimbangan bagi praktisi hukum di dalam
penyelesaian suatu perkara pidana kekerasan dalam keluarga secara restorative justice.
Metode Penelitian
Metode dengan judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dan
supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan
penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Penelitian ini dilakukan
guna untuk mendapatkan bahan-bahan berupa teori-teori, konsep-konsep dan asas-asas
hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Ruang lingkup
penelitian hukum normatif.
Berdasarkan penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini akan dilakukan penelitian
dengan cara menarik asas hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis
maupun tidak tertulis. Penelitian ini dapat digunakan untuk menarik asas-asas hukum
dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, penelitian ini juga, dapat
digunakan untuk mencari asas hukum yang dirumuskan baik secara tersirat maupun
tersurat.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah
penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian
yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka. Jika menggunakan metode
berpikir deduktif . Oleh karena itu, objek yang dianalisis dengan pendekatan yang bersifat
kualitatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu studi
kepustakaan atau studi dokumen (documentary study) untuk mengumpulkan data
sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari
buku-buku, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen peraturan
perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata), UU No. 23 Tahun 2004, Perma No.1 Tahun 2016 tentang Mediasi, serta
Restorative Justice pada Tindak Pidana Kekerasan dalam
Keluarga
Matriks: Jurnal
Sosial dan Sains
Abdurrahman Al Akhdloriy 14
mempelajari permasalahan dari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan penulisan
ini.
Penelitian yuridis normatif sebagaimana tersebut di atas merupakan penelitian
dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan
terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia dan menggunakan jenis data dari
bahan pustaka yang lazimnya dinamakan data sekunder. Penelitian ini terdiri dari bahan
kepustakaan yang mengikat yang merupakan bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Perma No.1 Tahun
2016 tentang mediasi, buku-buku, jurnal hukum, teori-teori hukum, pendapat para ahli
dan hasil-hasil penelitian hukum. Sedangkan bahan hukum tersier yaitu Rancangan
Undang-Undang (RUU), Kamus Umum Bahasa Indonesia, kamus hukum dan
ensiklopedia hukum maupun Ensiklopedia Hukum Indonesia. Serta mempelajari
permasalahan dari buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan penulisan ini.
Data-data yang telah diperoleh tersebut kemudian dianalisa dengan melalui
pendekatan secara analisis kualitatif yaitu dengan mengadakan pengamatan data-data
yang diperoleh dan menghubungkan setiap data yang diperoleh tersebut dengan
ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang
diteliti dengan logika induktif, 10 yakni berpikir dari hal yang khusus menuju hal yang
lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan konstruksi
hukum dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif sehingga dapat
ditarik kesimpulan dengan metode deduktif yang menghasilkan suatu kesimpulan yang
bersifat umum terhadap permasalahan dan tujuan penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Pada pembahasan kali ini penulis akan menguraikan hasil dari penelitian tentang
judul tesis Restorative Justice pada Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga Studi
di Pengadilan Negeri Kediri yang akan penulis kaitkan pada teori yang telah ditulis dalam
bab 2 menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Restoratice justice sendiri adalah
tren keadilan modern dimana kedua belah pihak dapat terlibat di dalamnya ketika proses
mencari suatu keadilan tidak hanya mengedepankan penghukuman, di dalam prosesnya
korban berperan aktif bukan hanya sebagai penonton karena prinsip restorative justice itu
sendiri yaitu that victims should have on opportunity to express their needs and participle
in determining the best way for the offender to make reparation maksudnya korban
diberikan kesempatan mengekspresikan pendapatnya tentang kebutuhannya berpartisipasi
dalam menentukan cara yang terbaik untuk menyelesaikan perkara dengan meminta ganti
kerugian pada pelaku, dari beberapa prinsip dalam penerapan restorative justice selain
mengidentifikasi kerugian yang dialami oleh korban, para pihak terkait harus berperan
aktif ketika proses peradilan berjalan.
Seperti yang dikatakan oleh Humas Pengadilan Negeri Kediri bapak Widodo
Hariawan Restorative justice dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga memang
memungkinkan untuk bisa diterapkan, mengingat beberapa delik di dalam undang-
undang dalam kekerasan dalam rumah tangga ada yang bersifat delik aduan, yang berarti
bisa dibicarakan bagaimana cara penyelesaian yang lebih baik antara si korban dan
pelaku”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga ada dua pasal yang emnjadi delik aduan yaitu Pasal 44
ayat 4 dan Pasal 45 ayat 2.
Berdasarkan Pasal 44 ayat 4 dimaksud setiap kekerasan dalam rumah tangga yang
Vol. 3, No. 1, Juli 2021
p-ISSN 2775-3832 ; e-ISSN 2775-7285
15 http://matriks.greenvest.co.id
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari dipidana penjara paling lama 4 bulan atau
denda paling banyak lima juta rupiah. Begitupun di dalam Pasal 45 ayat 2 yang
memberikan arti kurang lebih sama dengan Pasal 44 ayat 4, jika kedua pasal tersebut
dibaca secara komprehensif, maka pencabutan laporan dengan tujuan menghentikan
proses hukum bisa dilakukan jika kekerasan pisik atau psikis yang dialami oleh korban
tidak menghalangi korban untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan mekanismenya sendiri untuk perkara kekerasan dalam rumah tangga
yang memungkinkan diselesaikan secara restorative justice ada bermacam-macam
perkara kekerasan dalam rumah tangga jika belum sampai ke pengadilan bisa
diselesaikan di tahap penydikan antara korban dan pelaku secara langsung atau ada pihak
luar yang dikehendaki oleh kedua belah pihak diluar pelaku dan korban misalnya seperti
saudara dekat, Pamong Desa setempat yang intinya kehadiran mereka ini bisa menjadi
saksi sekaligus menjembantani perkara yang dilakukan oleh korban tidak sampai pada
tahap persidangan”. Hal tersebut berkaitan dengan pengertian secara umum tentang
restorarive justice yang dikatakan oleh Tony Marshal yang penulis tulis dalam bab 2
pengertian restorative justice a generally accpted definition of restorative justice is that
of process whereby the parties whit a stake in particular offence come together to resolve
collectively ho to deal with the aftermath of thr offence and its implications for the
future” yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah proses dimana para pihak yang
terlibat dalam kejahatan secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan bagaimana cara menghadapi permasalahan pasca kejahatan serta akibat-
akibatnya di masa depan, penjelasan tersebut kemudian diadopsi oleh kelompok kerja
peradilan anak dalam PBB.
Mekanisme restorative justice pada kekerasan dalam rumah tangga jika sudah
sampai pada tahap pengadilan, tidak ada mekanisme secara spesifik dalam penerapannya
Sebetulnya mekanisme penerapan restorative justice pada kekerasan dalam rumah
tangga di pengadilan secara spesifik itu tidak ada, biasanya hanya dilihat pasalnya jika
delik aduan maka tergantung dari pihak berperkara, karena pengadilan itu jika berkas
sudah diterima, kewajibannya adalah menyidangkan”. Restorative justice sendiri dalam
peradilan pidana bukanlah hal baru, karena itu diskursus keadilan restoratif pada
penguatan peran korban yang ada dalam hukum di negeri ini masih terdapat
kecenderungan dalam mengabaikan kepentingan korban dan terlebih pelaku.
Penulis sendiri berpendapat bahwa kejahatan adalah penyakit di dalam tatanan
sosial, terlebih kejahatan yang bersifat ringan. Maka sudah seharusnya kejahatan itu
dilihat layaknya suatu perkara antara manusia dan manusia lainnya bukan antara manusia
dan suatu negara, dari sana korban maupun pelaku dan para pihak terkait dapat
mengekspresikan pendapatnya masing-masing ketika menjalani proses hukum, seperti
yang diungkapkan Prof. Romli Atmasasmita bahwa semakin tinggi suatu kejahatan maka
akan semakin tinggi pula nilai keadilan yang harus dipertahankan melebihi kepastian
hukum itu sendiri.
Sekalipun Pengadilan Negeri Kediri tidak secara sepesifik menerapkan mekanisme
restorative justice pada beberapa kasus kejahatan, namun prinsip dari keadilan restoratif
sendiri sudah ada di dalamnya seperti menyediakan ruang mediasi bagi pihak yang
berperkara, seperti yang dikatakan Humas Pengadilan Negeri Kediri “jika para pihak
menyatakan tidak akan melanjutkan perkaranya maka pengadilan menyediakan ruang
kaukus atau menuediakan ruang lain sesuai Perma No. 1 Tahun 2016 tentang mediasi,
ruang kaukus sendiri ada dua dimana masing-masing pihak menyampaikan keluhannya
kepada mediator didampingi kuasa hukum atau tidak”. Berdasarkan dalam Perma No. 1
Tahun 2016 mediasi bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tepat,
Restorative Justice pada Tindak Pidana Kekerasan dalam
Keluarga
Matriks: Jurnal
Sosial dan Sains
Abdurrahman Al Akhdloriy 16
efektif dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh
penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.
Menurut penulis restorative justice sendiri menjadi sebuah pilihan dalam terikatnya
beberapa konflik yang merusak masyarakat, bukan dipahami sebagai pengganti sistem
yang tidak stabil, sehingga restorative justice harus ditempatkan sebagai healing justice
yang lebih luas dan mengembalikan keadaan masyarakat yang berperkara, karena peluang
dalam penerapan restorative justice dalam reformasi hukum acara di Indonesia sudah ada
namun harus di dorong agar terintegrasi secara penuh.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka restorative justice pada tindak
pidana kekerasan dalam keluarga sangat bisa diterapkan di dalam proses peradilan
mengingat Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 44 ayat 4 adalah delik aduan yang kapanpun perkara
ingin dihentikan karena sudah terciptanya perdamaian bisa dilakukan dan dalam
mekanisme penerapannya di Pengadilan Negeri Kediri selain mengikuti Perma No. 1
Tahun 2016, Pengadilan Negeri Kediri juga menyediakan dua ruangan kaukus dimana
kedua pihak yang berperkara akan dimediasi tentang keluhannya dan bagaimana caranya
proses perdamaian lebih diutamakan.
Restorative justice memungkinkan adanya penyembuhan dari penyakit sosial
karena kejahatan dipandang sebagai perkara diantara manusia dengan manusia lainnya
bukan manusia dengan negara dan dengan restorative justice pula penghukuman
bukanlah jalan satu-satunya pada proses peradilan di Indonesia, karena kebanyakan
seseorang yang telah dihukum bukan berubah karena jera namun akan menimbulkan
kejahatan baru karena ketidakadilan yang dialaminya.
Kesimpulan
Perkara kekerasan dalam rumah tangga bisa diterapkan penyelesaian
secara restorative justice di Pengadilan Negeri Kediri, mengingat Undang-
Undang No. 23 Tahun 2004 di dalam Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 44 ayat 4 adalah
pasal yang berupa delik aduan dimana jika korban ingin mencabut perkaranya
maka sangat memungkinkan, ditambah dalam proses peradilan ada mediasi
yang sudah diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi,
kemudian dalam prosesnya Pengadilan Negeri Kediri menyediakan dua ruang
kaukus untuk para pihak yang berperkara menyampaiakan keluhan dan
bagaimana caranya agar perkara ini berujung pada perdamaian, reskonsiliasi
dan restoratif.
Berdasarkan mekanisme penerapan restorative justice di Pengadilan
Negeri Kediri, pengadilan menyediakan dua ruangan kaukus untuk para pihak
mengutarakan keluhan dalam perkaranya, dari sini maka akan mencari solusi
terbaik bagaimana kasus kekerasan dalam rumah tangga bisa berujung pada
perdamaian mengingat beberapa prinsip dalam restorative justice yaitu para
pihak yang berperkara harus aktif menyuarakan dan mengutarakan pendapatnya
bukan hanya sebagai penonton.
Bibliografi
BF, Ari Rahmad Hakim, & Kaharudin, Kaharudin. (2018). Fungsionalisasi Hukum
Kekayaan Intelektual Dalam Komersialisasi Kekayaan Intelektual Oleh Industri Dan
Usaha Kecil Menengah Di Pulau Lombok NTB. Jatiswara, 33(2).
Dewi, Dessy Kusuma. (2021). Upaya Menghentikan Penuntutan Demi Rasa Keadilan
dalam Masyarakat Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Tegal: Universitas Pancasakti.
Vol. 3, No. 1, Juli 2021
p-ISSN 2775-3832 ; e-ISSN 2775-7285
17 http://matriks.greenvest.co.id
Guntur, Muhammad. (2017). Fungsi Kepolisian Negara Dalam Pemeliharaan Keamanan
Dan Ketertiban Pada Masyarakat Kota Sengkang Kabupaten Wajo. Al Hikam, 1(3),
6478.
Karim, Karim. (2016). Tanggung Jawab Pelaku Pidana Pelanggaran dalam Perspektif
Restorative Justice. Yuridika, 31(3), 401419.
Mahmudi, Ihwan. (2011). CIPP: Suatu model evaluasi program pendidikan. At-Ta’dib,
6(1).
Marasabessy, Fauzy. (2016). Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana: Sebuah Tawaran
Mekanisme Baru. Jurnal Hukum & Pembangunan, 45(1), 5375.
Nata, Rienlady, & Ain, Wismar. (2015). Perbandingan Zinah (Overspel) dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (Kuhp) dan Zinah (Hubungan Luar Kawin) dalam
Hukum Islam. Lex Jurnalica, 12(1), 146304.
Primirinda FS, Maria. (2016). Pertimbangan Hakim dalam Penerapan Sanksi Pelaku
Tindak Pidana Pembegalan Atau Pencurian Dengan Kekerasan. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya.
Rachmadani, Cherni. (2013). Strategi komunikasi dalam mengatasi konflik rumah tangga
mengenai perbedaan tingkat penghasilan di RT. 29 Samarinda Seberang. E-Journal
Ilmu Komunikasi, 1(1), 212228.
Ramadani, Mery, & Yuliani, Fitri. (2017). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
sebagai salah satu isu kesehatan masyarakat secara global. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 9(2), 8087.
Sofia, Nila Nur. (2021). Manajemen Konflik di Pesantren Melalui Kultur Pesantren dan
Gaya Kepemimpinan Kyai. Jurnal Studi Islam Dan Kemuhammadiyahan, 1(1).
Tabi’in, Ahmad. (2017). Menumbuhkan sikap peduli pada anak melalui interaksi kegiatan
sosial. IJTIMAIYA: Journal of Social Science Teaching, 1(1).
Utami, Yekti, Purnomo, Arif, & Salam, Rudi. (2019). Penanaman Sikap Sosial Melalui
Pembelajaran Ipspada Siswa SMP Islam Sudirman Ambarawakabupaten Semarang.
Sosiolium: Jurnal Pembelajaran IPS, 1(1), 4052.
Wibisono, Chablullah. (2013). Pengaruh motivasi mu’amalat (bekerja dan berproduksi,
kebutuhan sekunder, kebutuhan primer) terhadap prestasi kerja yang religius.
Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, 13(2), 233252.
Zawawi, Abdullah, Pd, S., & Pd, M. (2015). Politik dalam Pandangan Islam. Jurnal
Ummul Qura, 5(1), 85100.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License.